Kunci Selamat Dari Adzab Kubur yang Dahsyat

Kehidupan di dunia yang amat singkat ini adalah merupakan bagian dari perjalanan manusia yang amat panjang. Meninggal dunia adalah perkara yang pasti. Setelah itu dilanjutkan dengan tinggalnya seseorang di alam kubur sampai tegaknya hari kiamat. Dalam kubur, terdapat suatu adzab yang tersendiri, di antaranya yaitu pukulan yang dahsyat, himpitan tanah sampai tulang rusuknya berselisih, panas yang memenuhi ruang kuburnya, dan lain-lain sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih. Dalam masa penantian ini, tentu saja setiap orang menginginkan untuk selamat dari adzab yang ada dalam kuburnya. Semoga Allah melindungi kita semua dari adzab kubur.
berikut ini adalah beberapa perkara yang dapat menyelamatkan seseorang dari adzab kubur, antara lain yaitu[1] : 

1. Membaca Surat Tabarak Setiap Malam
Hal Itu Berdasarkan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Surat Tabarak adalah pelindung dari Adzab Kubur.”[2]

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Barangsiapa yang membaca Tabarakalladzi Biyadihil Mulku setiap malam, maka Allah Ta’ala akan menahannya disebabkan oleh bacaan tersebut dari adzab kubur. Kami -pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menamainya al-Mani’ah (penahan). Ia dalam Kitabullah adalah sebuah surat yang barangsiapa membacanya dalam suatu malam, maka dia telah banyak dan berbuat baik.[3]

2. Menjaga Diri Dari Percikan Air Kencing
Meninggalkan bersuci dari najis setelah buang air kecil dan tidak berhati-hati dengannya sehingga mengenai anggota badan atau pakaian adalah per­kara terbanyak yang menyebab­kan seseorang mendapatkan adzab kubur. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Kebanyakan adzab kubur itu adalah disebabkan oleh air kencing.”[4]

Imam al-Munawi rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah bahwa kebanyakan adzab kubur itu adalah disebabkan oleh sikap meremehkan dalam menjaga dari air kencing.”[5]

3. Menjauhi Perbuatan Namimah (Mengadu Domba)
Berlaku mengadu domba sesama manusia adalah termasuk sebab diadzabnya seseorang di alam kuburnya. Hal itu berdasar­kan hadits berikut :

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berkata  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya keduanya adalah sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab disebabkan perkara yang (tampak) besar. Adapun salah satunya tidak bersuci ketika buang air kecil, sedangkan orang yang kedua adalah dahulunya berjalan dengan melakukan namimah (adu domba)”

Kemudian beliau mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah, lalu beliau membelahnya menjadi dua bagian, lalu beliau menancapkan pada masing-masing kuburan tersebut sebatang. Mereka (yaitu para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal itu?”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Semoga adzab kubur itu menjadi diringankan atas keduanya selama kedua batang tersebut belum kering.” [6]

4. Meninggalkan Perbuatan dan Perkataan yang Mengandung Ghibah (Menggunjing)
Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya keduanya sedang diadzab, dan keduanya tidaklah diadzab disebabkan oleh perkara yang tampak besar, adapun salah satunya adalah diadzab disebabkan oleh air kencing, sedangkan yang kedua adalah diadzab disebabkan oleh ghibah.”[7]

Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Maksiat yang menyebabkan adzab pada hari kiamat ada dua macam yaitu hak Allah Ta’ala dan hak hamba-hambaNya.

Perkara pertama yang diadili pada hari kiamat dari jenis hak­-hak Allah Ta’ala adalah sholat, sedangkan dari jenis hak-hak hamba adalah masalah darah.

Adapun di alam barzakh, maka perkara yang diadili pertama kali adalah muqaddimah (pendahuluan) dari dua hak ini dan sarana-sarananya.

Jadi, muqaddimah sholat adalah bersuci dari hadats dan najis, sedangkan muqoddimah masalah darah adalah namimah (perbuatan mengadu domba) dan merendahkan kehormatan. Dua perkara ini adalah berupa gangguan yang paling ringan (dalam hal pelanggarannya), oleh karena itu perhitungan dan adzab di alam barzakh dimulai dengan keduanya.” [8]

5. Tidak Berwasiat Agar Diadakan Niyahah (Ratapan) Setelah Meninggalnya
Berwasiat kepada orang lain agar meratapi kematiannya adalah merupakan perbuatan yang diharamkan dan dapat menyebabkan diadzabnya seseorang dalam kuburnya. Dalil­nya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Mayyit (orang yang telah me­ninggal) itu diadzab di alam kuburnya disebabkan oleh ratapan atasnya.” [9]

Imam al-Baihaqi rahimahullah berkata, “Bab adzab kubur yang dikhawatirkan akan menimpa disebabkan oleh ratapan untuk mayyit. Sebagian ahli ilmu berkata, ‘Hal itu apabila (orang yang meninggal dunia) berwasiat agar dirinya diratapi setelah mati’.”[10]

6. Selalu Berada Dalam Keadaan Suci Ketika Sholat

7. Menolong Orang yang Terdhalimi
Kedua perkara ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Ada seorang hamba di antara hamba-­hamba Allah yang dipukul di kubur­nya sebanyak seratus cambukan. la terus-menerus memohon dan berdoa agar pukulannya hanya satu kali saja, maka kuburnyapun menjadi penuh dengan api. Ketika telah diangkat dan tersadar, maka ia berkata, “Mengapa engkau memukulku ?” Maka dijawab, “Sesungguhnya engkau pernah telah melewati orang yang terdzolimi, akan tetapi engkau tidak menolongnya.”[11]

8. Bersedekah
Bersedekah adalah dapat menyelamatkan dari adzab kubur. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya sedekah itu benar-­benar dapat memadamkan panasnya kubur dari orang yang menghuninya. Dan seorang mukmin itu hanyalah bernaung pada hari kiamat di bawah naungan sedekahnya.” [12]

9. Amal-amal Sholih Seperti Sholat, Puasa, Kebaikan Dan Sebagainya
Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “sesungguhnya mayit itu apabila diletakkan di dalam kuburnya, maka ia mendengar suara sandal-sandal mereka ketika mereka berpaling darinya. Apabila dia adalah orang yang beriman, maka sholat itu berada di samping kepalanya, puasa berada di sebelah kanannya, zakat di sebelah kirinya, dan perbuatan baik seperti shadaqah, shalat, perbuatan ma’ruf, perbuatan ihsan kepada manusia berada di kedua kakinya. Lalu didatangi dari arah kepalanya, maka shalat berkata, “Tidak ada jalan masuk dari arahku”. Lalu didatangi dari sebelah kanannya, maka puasa mengatakan, “Tidak ada jalan masuk dari arahku”, lalu didatangi dari sebelah kirinya, maka zakat berkata, “Tidak ada jalan masuk dari arahku “. Lalu didatangi dari arah kedua kakinya, maka perbuatan baik yang berupa sedekah, shalat, perbuatan ma’ruf dan ihsan kepada manusia mengatakan, “Tidak ada jalan masuk dari arahku”. Lalu dikatakan kepada orang tersebut, “Duduklah”. …[13]

10. Membaca al-Qur’an

11. Berjalan menuju masjid
Membaca al-Qur’an dan melangkah menuju masjid untuk beribadah didalamnya adalah merupakan perkara yang dapat menyelamatkan dari adzab kubur. Hal itu berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Seseorang didatangkan di dalam kuburnya. Apabila dia didatangi dari arah kepalanya, maka bacaan al-Qur’an membelanya. Apabila didatangi dari arah kedua tangannya, maka sedekah membelanya. Apabila didatangi dari arah kedua kakinya, maka langkah orang itu ke masjid-­masjid membelanya.”[14]

12. Berlindung dari adzab kubur
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meme­rintahkan umatnya agar ber­lindung dari adzab kubur. Perintah tersebut tidak hanya sekali, bahkan berulang-ulang dalam beberapa keadaan yang ditemui oleh seorang muslim setiap harinya. Di antaranya adalah :

a. Setiap selesai tasyahhud akhir.
Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai dari bertasyahhud akhir, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari empat perkara: dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari keburukan fitnahnya Dajjal al-­Masih. “[15]

b. Pagi dan petang
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berada pada waktu petang beliau membaca : Kami berada pada waktu petang, sedangkan kekuasaan adalah kepunyaan Allah. Segala puji bagi Allah. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi­Nya. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, aku memohon kebaikan malam ini dan berlindung dari keburukan malam ini dan keburukan apa-apa yang ada setelahnya. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kemalasan dan buruknya masa tua. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari adzab di Neraka dan adzab di kubur. ” [16]  Dzikir pagi dan petang bisa dilihat Disini. [17]

Demikianlah sebagian di antara perkara-perkara yang dapat menyelamatkan kita semua dari adzab kubur. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita semua darinya. Amiin Ya Rabbal ‘alamiin.

[Disalin kembali dari Majalah Islami Adz-Dzakhirah Al-Islamiyyah, volume 8, nomor 11, Edisi 65, tahun 1431.H/ 2010.M]

[1] Pembahasan ini merujuk kepada: At-Taitzkiroli bi Ahwaal al-Mautaa wa Ul)luur al­Akhiroh, karya Imam al-Qurthubi (w. 671 H), jilid 1, hal. 392-405, tahqiq Dr. Shaadiq bin Muhammad, Maktabah Darul Minhaaj, Riyadh, cet. 1, 1425 H, Ahwal al-Qubuur wa Ahwaalu Ahliha 11aa an-Nus tiur, karya Ibnu Rajab al-Hambali, takhrij dan ta’liq Kholid Abdullathif, Darul Kitab al-Arobi, cet. 3,1414 H/1994 M, hal. 85-93, Itsbat Adzab al-Qabr, karya al-Baihaqi, tahqiq Dr. Syaraf Mahmud, Darul Furcloon, Amman, Yordania, cet. 3,1413/1992 dan Adzab al-Qobr, karya Muhammad in Abdul Wahhab al-Wishaabi, hal. 31-50.
[2] Shohih al-jaami’, no. 3643, Syaikh al-Albani berkata, “Shohih”
[3] Shohih at-Targhib wa at-Tarhiib, no. 1589, jilid 2, hal. 253. Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Hasan”).
[4] Shohih al-jaaini’, no. 3971, dan Syaikh al-­Albani rahimahullah berkata, “Shohih”
[5] Faidh al-Qodiir, jilid 4, hal. 299, Darul Ma’rifah, Beirut
[6] HR. Bukhari, no. 218 dan Muslim, no. 292
[7] Shohih al-jaami’, no. 2441, Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Shohih”
[8] Ahwaal al-Qubuur wa Ahliha Ila an-Nusyuur, hal. 89
[9] HR. Bukhari, no. 1292 dan Muslim, no. 927
[10] Itsbaat Adzaab al­-Qobr, hal. 91
[11] Shohih at-targhib, no. 2234, Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Hasan Lighorii”
[12] Ash-Shohihah, no. 3484
[13] Shohih at-Targhib, no. 3561, Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Hasan”
[14] Shohih at­Targhib wa at-Tarhib, jilid 3, hal. 405. Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Hasan”
[15] HR. Muslim, no. 588
[16] HR. Muslim, no. 2723
[17] Penambahan dari Belajar Islam

Sumber: http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/

Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam bersabda, ”Seandainya setitik dari zaqqum diteteskan di dunia niscaya akan menghancurkan kehidupan semua penghuninya. Lalu bagaimana dengan keadaan orang yang menjadikan zaqqum sebagai makanannya?” 

Takhrij Hadist

Hadist tersebut dikeluarkan oleh Al Imam At-Tirmidzi di dalam kitab Sifati Jahannam, bab Jaa’a fii shifati Syaraabi Ahlin Nar No. 2585, dari hadist Ibnu Abbas radlhiyallahu’anhu dengan lafaz, ”Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wa Sallam membaca ayat ini,’Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah sekali kali kamu mati melainkan dalam keadaan bersera diri kepada Allah”. (Ali Imran:102) Lalu beliau bersabda, ”Seandainya setitik dari zaqqum diteteskan di dunia niscaya akan menghancurkan kehidupan semua penghuninya. Lalu bagaimana dengan keadaan orang yang menjadikan zaqqum sebagai makanannya ?”

Dan dia (At-Tirmidzi-red) mengatakan di ujung hadist, “Bahwa ini adalah hadist hasan shahih”.

Hadis ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Majjah dalam sunannya, kitab Az-Zuhud, bab Shifat An Nar, 8/4325.

Imam Ahmad mengeluarkan hadist ini di dalam musnadnya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkan hadist ini di dalam kitabnya, Shahih Jami’ Shaghir, no 5250 dari hadist Ibnu Abbas radlhiyallahu’anhu.

Fiqh Hadist

    Banyak sekali motivasi yang dapat membawa manusia untuk melakukan kebaikan dan keutamaan antara seorang manusia dengan manusia lain.

    Sebagian manusia ada yang memberi motivasi karena mencintai kebaikan dan keutamaan. Sebagian yang lain ada yang memberi motivasi karena senang pahala dan keutamaan yang didapat. Sebagiannya ada yang memberi motivasi karena takut siksa dan sakit, begitu seterusnya.

    Semakin kuat motivasi seseorang, makin giat dia dalam berbuat kebajikan dan menghiasi dirinya dengan keutamaan, pun dengan sebaliknya.

    Hadist yang ada di hadapan kita ini, secara tidak langsung mengajak golongan manusia yang tidak melakukan kebajikan melainkan hanya karena takut akan siksa Allah Subhanahu wa ta’ala, mengajak mereka dengan menjalankan kebaikan dan mensucikan diri dari hal-hal yang dapat merusak sebelum zaqqum menjadi makanannya kelak di hari kiamat. Di mana, salah satu gambaran dari zaqqum ini adalah apabila diteteskan di dunia akan merusak kehidupan menusia dan hijaunya tanaman di muka bumi.

Karakteristik Zaqqum

Beberapa nash Al-qur’an menerangkan tentang sifat-sifat Zaqqum.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ”(Makanan surga) itulah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. Sesungguhnya kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar neraka jahim. Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. Kemudian sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka jahim”.(As Shaffat:62 – 68 )

Dalam firman yang lain dikatakan, “Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidik di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas”.(Ad Dukhaan:43-46)

Allah Subhanahu wa ta’ala juga melansirnya di dalam firman-Nya, “Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan”.(Al-Waqiah:51-56)

Tafsir seputar Azzaqum

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, para pakar tafsir menerangkan bahwa Az Zaqqum adalah sebuah pohon yang tumbuh di dasar neraka Saqar atau dasar neraka Jahannam. Dan neraka Jahannam telah dinyalakan hingga mendidih seperti kotoran minyak. Para penghuninya sangat rakus dalam memakannya sehingga memenuhi perutnya sebagaimana air panas yang mendidih, air yang memiliki temperatur paling tinggi.

Kemudian setelah mereka makan lalu minum air yang sangat panas seperti unta yang kehausan, minum tidak ada henti hingga mati.

Faidah Hadist

    hadist tersebut menunjukkan beberapa sangat pentingnya berpegang dengan manhaj Allah Subhanahu wa ta’ala, supaya manusia menjalankan ketaatan-ketaatan dan melepaskan diri dari bentuk maksiat dan keburukan sebelum datangnya satu hari yang tiada lagi berguna jual beli dan sebelum pohon zaqqum menjadi santapan yang memasuki mulutnya serta air yang sangat panas menjadi pelepas dahaganya. Sangat buruk siksa di dalam neraka yang mana belum pernah sebelumnya dilihat oleh mata, didengar telinga, dan juga belum pernah terbetik dalam hati manusia.

    Hiburan bagi para penegak kebenaran, meski mereka mendapatkan cobaan dari pendukung kebatilan, berupa cercaan, hinaan, dan pengucilan. Mereka tidak akan memperoleh siksa yang begitu pedih sepreti yang akan menimpa orang-orang yang banyak berbuat dosa di hari kiamat kelak.

    Tidak meninggalkan hukuman dalam pendidikan. Sebab, biasanya manusia tidak akan menjalankan kebaikan dan meninggalkan diri dari berhias dengan keutamaan kecuali setelah ditakut-takuti.

Allahu A’lam bish shawab

Dikutip dari Majalah ElFata Vol 07:2 2007
Sumber: http://maramissetiawan.wordpress.com/2007/02/17/pohon-neraka-jahanam/

Telaga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di Padang Mahsyar
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.

Kaum muslimin rahimakumullah, salah satu perkara yang wajib kita imani berkaitan dengan kejadian di akherat adalah adanya telaga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala memberikan telaga kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kemuliaan dan karunia yang besar untuk beliau. Telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini terletak di padang Mahsyar dan airnya berasal dari sungai Al-Kautsar yang ada di Surga.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan, “Pada suatu hari, ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami, tiba-tiba Beliau mengantuk sekejap. Kemudian Beliau mengangkat kepala sambil tersenyum. Maka kamipun bertanya, “Apa yang membuat Anda tertawa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Baru saja diturunkan kepadaku sebuah surat.” Lalu Beliau membaca:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ : إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1)
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ (3)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu al-Kautsar. Maka dirikanlah sholat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (QS. Al-Katsar: 1-3).

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Apakah kalian tahu apakah Al-Kautsar itu?” Kami (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Al-Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabb-ku ‘Azza wa Jalla untukku. Di sana, terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah (sumber air) telaga yang akan didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah gayungnya sebanyak bintang-bintang.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 400).

Telaga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah ada saat ini dan di hari Kiamat kelak, telaga ini akan didatangi oleh umat beliau yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni orang yang memurnikan ibadahnya hanya kepada Allah Ta’ala semata dan mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umat beliau akan datang untuk meminum airnya dan mengambil manfaat darinya. Adapun orang-orang yang beramal di dunia namun ia berpaling dan menyimpang dari ajaran beliau, maka akan diusir dari telaga ini ketika mendekatinya.

Ciri-Ciri Telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menceritakan keindahan telaga yang telah Allah karuniakan kepada beliau. Berikut ini adalah ciri-ciri telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Airnya lebih putih daripada susu, rasanya lebih manis daripada madu, dan aromanya lebih harum dibandingkan minyak kesturi. Inilah warna, rasa dan aroma airnya. Lalu, berapa banyak jumlah gayung dan gelasnya? Jumlahnya sebanyak bintang-bintang di langit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

حَوْضِي مَسِيْرَةُ شَهْرٍ،
مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنْ اللَّبَنِ، وَرِيْحُهُ أَطْيَبُ مِنْ الْمِسْكِ،
وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ،
مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلاَ يَظْمَأُ أَبَدًا

“Telagaku (panjang dan lebarnya) satu bulan perjalanan. Airnya lebih putih daripada susu, aromanya lebih harum daripada minyak kesturi, bejananya sebanyak bintang di langit. Barangsiapa yang minum darinya, ia tidak akan haus lagi selamanya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6093 dan Muslim, no. 4294).

Telaga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Padang Mahsyar dan airnya bersumber dari sungai al-Kautsar di Surga. Air dari sungai Al-Kautsar dialirkan ke telaga melalui dua pancuran sebagaimana dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَشْخَبُ فِيْهِ مِيْزَابَانِ مِنَ الْجَنَّةِ

“Dialirkan pada telaga itu dua saluran air yang (bersumber) dari (sungai al-Kautsar) di Surga…” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 4255, dari sahabat Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu)

Adapun besar dan luasnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

حَوْضِيْ مَسِيْرَةُ شَهْرٍ

“Telagaku (panjang dan lebarnya) satu bulan perjalanan…” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6093 dan Muslim, no. 4294).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ حَوْضِي أَبْعَدُ مِنْ أَيْلَةَ مِنْ عَدَنٍ لَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنْ الثَّلْجِ،
وَأَحْلَى مِنْ الْعَسَلِ بِاللَّبَنِ، وَلَآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ النُّجُوْم،ِ
وَإِنِّي لَأَصُدُّ النَّاسَ عَنْهُ كَمَا يَصُدُّ الرَّجُلُ إِبِلَ النَّاسِ عَنْ حَوْضِهِ،
قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَتَعْرِفُنَا يَوْمَئِذٍ؟
قَالَ: نَعَمْ لَكُمْ سِيْمَا لَيْسَتْ لِأَحَدٍ مِنَ الْأُمَمِ
تَرِدُوْنَ عَلَيَّ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوْءِ

“Sesungguhnya telagaku itu lebih panjang dari jarak antara Aylah (sebuah kota di teluk ‘Aqobah, Yordania) dan ‘Adan (kota Yaman). Sungguh telagaku itu lebih putih dari salju, lebih manis dari madu dicampur susu, serta bejana-bejananya lebih banyak dari bintang-bintang. Aku sungguh akan menjaganya dari orang lain (selain umatku), sebagaimana seseorang menjaga telaganya dari unta orang lain.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pada hari itu Anda mengenali kami?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ya. Kalian punya tanda yang tidak dimiliki oleh seorangpun dari umat lain. Kalian datang kepadaku dengan dahi dan kaki bercahaya putih karena wudhu.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 364)

Apakah Nabi Yang Lain Memiliki Telaga?
Setiap Nabi ‘alaihimush sholatu was salam memiliki telaga, namun telaga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah telaga yang paling besar, paling mulia, dan paling indah. Masing-masing telaga Nabi akan didatangi oleh umatnya yang beriman dan berpegang teguh pada ajaran Nabi mereka. Mereka akan datang untuk meminum airnya dan mengambil manfaat darinya.
Nabi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوْضًا وَإِنَّهُمْ يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةٍ
وَإِنِّي أَرْجُوْ أَنْ أَكُوْنَ أَكْثَرَهُمُ وَارِدَةً

“Sesungguhnya setiap Nabi mempunyai al-haudh (telaga) dan mereka saling berbangga diri, siapa di antara mereka yang paling banyak peminumnya (pengikutnya). Dan sungguh aku berharap, akulah yang paling banyak pengikutnya.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunan at-Tirmidzi, no. 2443. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam ash-Shohiihah, no. 1589 dan al-Misykah, no. 5594).

Kapankah Manusia Mendatangi Telaga Yang Mulia Ini?
Ada perbedaan pendapat di antara para ulama kita tentang kapan orang-orang yang beriman mendatangi telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada yang berpendapat bahwa mereka mendatanginya sebelum melintasi shirot, karena telaga ini terletak sebelum shirot (jembatan). Dan sebagian lagi berpendapat setelah melintasi shirot.

Al-Ghozali dan al-Qurthubi berpendapat bahwa telaga ini berada di padang Mahsyar di hari Kiamat, sebelum menyeberangi shirot. (At-Tadzkiroh, hal. 302).

Adapun al-Bukhari rahimahullah, beliau berpendapat bahwa telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada setelah shirot. Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat al-Qurthubi bahwa telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada sebelum shirot. (Fat-hul Bari’, XI/466)

Jadi, berdasarkan pendapat yang lebih kuat, kaum muslimin mendatangi telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum melintasi shirot. Wallohu Ta’ala a’lam.

Orang-Orang Yang Diusir Dari Telaga
Kaum muslimin rahimakumullah, sesungguhnya ada sebagian umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diusir ketika mendatangi telaga yang mulia ini. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar mengenali mereka dari bekas wudhu mereka ketika di dunia. Siapakah mereka? Dan mengapa mereka diusir dari telaga? Semoga kita tidak termasuk dari mereka.

Pertama, orang orang yang membuat ajaran baru dalam Islam, yang tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula orang yang berpaling dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga akan diusir dari telaga. 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، مَنْ وَرَدَ شَرِبَ، وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا
وَلَيَرِدَنَّ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي
ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ

“Aku adalah pendahulu kalian menuju telaga. Siapa saja yang melewatinya, pasti akan meminumnya. Dan barangsiapa meminumnya, niscaya tidak akan haus selamanya. Nanti akan lewat beberapa orang yang melewati diriku, aku mengenali mereka dan mereka mengenaliku, namun mereka terhalangi menemui diriku.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6528 dan Muslim, no. 4243)

Dalam redaksi yang lain, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَأَقُوْلُ: إِنَّهُمْ مِنِّي، فَيُقَالُ: إِنَّكَ لاَ تَدْرِي مَا أَحْدَثُوْا بَعْدَكَ،
فَأَقُوْلُ: سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ غَيَّرَ بَعْدِي

“Aku berkata: “Mereka termasuk umatku!” Namun muncul jawaban: “Engkau tidak mengetahui perkara yang mereka ada-adakan (dalam agama ini) sepeninggalmu.” Akupun berkata: “Menjauhlah, menjauhlah, bagi orang yang mengubah (ajaran agama) setelahku.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari,  no. 6097)

Kedua, orang yang membantu kezholiman penguasa.
Diriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَيَكُوْنَ بَعْدِي أُمَرَاءُ يَكْذِبُوْنَ وَيَظْلِمُوْنَ،
فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَمَنْ أَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ
فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ، وَلاَ يَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضِ
وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ
فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضِ.

“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang berdusta lagi zholim. Siapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu mereka dalam kezholimannya, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Dan dia tidak akan (diijinkan) datang ke telagaku. Sebaliknya, siapa yang tidak membenarkan dan tidak membantu kezholiman mereka, maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya, serta dia akan datang ke telagaku.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, V/384. Al-Albani mengatakan dalam kitabnya, Zhilalil Jannah, no. 759, bahwa sanadnya bagus).

***
Muroja’ah : Ust. Aris Munandar, S.S., M.Ag.
www.attaubah.com 

Iman kepada hari akhir / hari kemudian, yang berarti mengimani semua peristiwa yang diberitakan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terjadi setelah kematian, adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan kebenaran agama-Nya.

Bahkan karena tingginya kedudukan iman kepada hari akhir, Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an sering menggandengkan antara iman kepada-Nya dan iman kepada hari akhir. Hal ini dikarenakan orang yang tidak beriman kepada hari akhir maka tidak mungkin dia beriman kepada Allah Ta’ala, sebab orang yang tidak beriman kepada hari akhir dia tidak akan mengerjakan amal shaleh, karena seseorang tidak akan mengerjakan amal shaleh kecuali dengan mengharapkan balasan kemuliaan dan karena takut siksaan-Nya pada hari pembalasan kelak.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala menggambarkan sifat orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhir dalam firman-Nya,
{وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ}
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa (waktu)” (al-Jaatsiyah:24)[1].

Kewajiban Mengimani Keberadaan Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di antara perkara yang wajib diimani sehubungan dengan iman kepada hari akhir adalah keberadaan al-haudh (telaga) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang pada hari kiamat nanti orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu di dunia akan mendatangi dan meminum air telaga yang penuh kemuliaan tersebut, semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk meraih kemuliaan tersebut, amin.

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “(Termasuk landasan pokok Islam adalah kewajiban) mengimani (keberadaan) telaga milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat, yang nanti akan didatangi oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam… sebagaimana yang disebutkan dalam banyak hadits yang shahih (dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)”[2].

Imam Abu Ja’far ath-Thahawi berkata, “Al-Haudh (telaga) yang dengannya Allah Ta’ala memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk diminum (airnya) oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti) adalah suatu yang benar adanya”[3].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menjelaskan perkara-perkara yang wajib diimani pada hari kiamat, beliau berkata[4], “Pada hari kiamat (ada) telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan didatangi (oleh umat beliau)…barangsiapa yang meminum (air) telaga tersebut maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[5].

Imam an-Nawawi mencantumkan hadits-hadits dalam “Shahih imam Muslim” yang menyebutkan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bab, “Penetapan (keberadaan) telaga Nabi kita (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti)…”[6].

Dalil-dalil yang menjelaskan keberadaan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan ini banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak mungkin diingkari kebenarannya).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini…”[7].

Senada dengan ucapan di atas, imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi menjelaskan, “Hadits-hadits (shahih) yang menyebutkan (keberadaan) telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai derajat mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh orang sahabat  (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)…”[8].

Di antara hadits-hadits tersebut adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki telaga (pada hari kiamat nanti), dan mereka saling membanggakan siapa di antara mereka yang paling banyak orang yang mendatangi telaganya (dari umatnya), dan sungguh aku berharap (kepada Allah Ta’ala) bahwa akulah yang paling banyak orang yang mendatangi (telagaku)”[9].

Juga sabda beliau dalam hadits lain, “Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian (ketika mendatangi telaga pada hari kiamat nanti) dan aku akan menjadi saksi bagi kalian, demi Allah, sungguh aku sedang melihat telagaku saat ini”[10].

Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian ketika mendatangi telaga (pada hari kiamat nanti), barangsiapa yang mendatanginya maka dia akan meminum airnya, dan barangsiapa yang meminumnya maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[11].

Gambaran tentang Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits-Hadits yang Shahih

    Barangsiapa yang meminum air telaga tersebut maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya, sebagaimana hadits yang tersebut di atas.
    Sumber air telaga tersebut adalah sungai al-Kautsar di surga yang Allah Ta’ala peruntukkan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kalian mengetahui apa al-Kautsar itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahuinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya al-Kautsar adalah sungai yang Allah Ta’ala janjikan kepadaku, padanya terdapat banyak kebaikan, dan (airnya akan mengalir ke) telagaku yang akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat (nanti)…”[12]. Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dialirkan pada telaga itu dua saluran air yang (bersumber) dari (sungai al-Kautsar) di surga…”[13].
    Adapun gambaran air telaga tersebut adalah sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Airnya lebih putih dari susu dan baunya lebih harum dari (minyak wangi) misk (kesturi)”[14]. Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan (rasanya) lebih manis dari madu”[15].
    Gayung / timba untuk mengambil air telaga tersebut sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gayung-gayungnya adalah seperti bintang-bintang di langit”[16]. Artinya: jumlahnya sangat banyak dan berkilauan seperti bintang-bintang di langit[17].
    Bentuk telaga tersebut adalah persegi empat sama sisi[18], sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih[19].


Siapakah Orang-Orang yang Terpilih Mendatangi Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selalu mengikuti petunjuk yang beliau sampaikan. Adapun orang-orang yang berpaling dari petunjuk beliau sewaktu di dunia, maka mereka akan diusir dari telaga tersebut[20].

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa ada orang-orang yang dihalangi dan diusir dari telaga yang penuh kemuliaan ini[21]. Karena mereka sewaktu di dunia berpaling dari petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemahaman dan perbuatan bid’ah, sehingga di akhirat mereka dihalangi dari kemuliaan meminum air telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, sebagai balasan yang sesuai dengan perbuatan mereka[22].

Imam Ibnu Abdil Barr[23] berkata, “Semua orang yang melakukan perbuatan bid’ah yang tidak diridhai Allah dalam agama ini akan diusir dari telaga Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti), dan yang paling parah di antara mereka adalah orang-orang (ahlul bid’ah) yang menyelisihi (pemahaman) jama’ah kaum muslimin, seperti orang-orang khawarij, syi’ah rafidhah dan para pengikut hawa nafsu, demikian pula orang-orang yang berbuat zhalim yang melampaui batas dalam kezhaliman dan menentang kebenaran, serta orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar secara terang-terangan, semua mereka ini dikhawatirkan termasuk orang-orang yang disebutkan dalam hadits ini (yang diusir dari telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)[24].

Terlebih lagi orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, seperti kelompok Mu’tazilah[25], mereka termasuk orang yang paling terancam diusir dari telaga ini.

Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini. Mereka inilah yang paling terancam untuk dihalangi (diusir) dari telaga tersebut (pada hari kiamat)[26], sebagaimana ucapan salah seorang ulama salaf: “Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari) suatu kemuliaan maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan tersebut…”[27].

Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi berkata, “Semoga Allah membinasakan orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga ini, dan alangkah pantasnya mereka ini untuk dihalangi dari mendatangi telaga tersebut pada hari (ketika manusia mengalami) dahaga yang sangat berat (hari kiamat)”[28].

Penutup

Demikianlah penjelasan ringkas tentang telaga kemuliaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kewajiban mengimaninya merupakan perkara penting yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir dan merupakan salah satu prinsip dasar akidah Ahlus sunnah wal jamaah, yang tercantum dalam kitab-kitab akidah para imam Ahlus sunnah.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk dapat meraih semua kebaikan dan kemuliaan yang dijanjikan-Nya di dunia dan di akhirat kelak, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Dekat, dan Maha Mengabulkan doa.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 3 Sya’ban 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id
[1] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/528).
[2] Kitab “Ushuulus sunnah” (hal. 3-4).
[3] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 227).
[4] Kitab “Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/572).
[5] Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang akan kami sebutkan insya Allah.
[6] Kitab “Shahih imam Muslim” (4/1791).
[7] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal malaahim” (hal. 127).
[8] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 227).
[9] HR at-Tirmidzi (no. 2443) dan ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul Kabiir” (no. 6881), juga dari jalur lain (no. 7053) dari sahabat Samurah bin Jundub, hadits ini sanadnya lemah, akan tetapi diriwayatkan dari beberapa jalur yang saling menguatkan, sehingga hadits ini mencapai derajat hasan atau bahkan shahih, sebagaimana penjelasan syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 1589).
[10] HSR al-Bukhari (no. 6218) dan Muslim (no. 2296) dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir.
[11] HSR al-Bukhari (no. 6643) dan Muslim (no. 2290) dari sahabat Sahl bin Sa’ad as-Saa’idi.
[12] HSR Muslim (no. 400) dari sahabat Anas bin Malik.
[13] HSR Muslim (no. 2300) dari sahabat Abu Dzar al-Gifaari.
[14] HSR al-Bukhari (no. 6208) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[15] HSR Muslim (no. 2301) dari sahabat Tsauban.
[16] HSR al-Bukhari (no. 6208) dan Muslim (no. 2292) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[17] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[18] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/463).
[19] HSR Muslim (no. 2292) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[20] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[21] Riwayat imam al-Bukhari (no. 6211) dan Muslim (no. 2304) dari Anas bin Malik.
[22] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[23] Beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Barr An Namari Al Andalusi (wafat 463 H), syaikhul Islam dan imam besar ahlus Sunnah dari wilayah Magrib, penulis banyak kitab hadits dan fikih yang sangat bermanfaat. Biografi beliau dalam kitab “Tadzkiratul huffaazh” (3/1128).
[24] Kitab “Syarh Az Zarqaani ‘ala muwaththa-il imaami Maalik” (1/65).
[25] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[26] Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih di atas
[27] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal malaahim” (hal. 127).
[28] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 229).

Dari artikel Telaga Kemuliaan Rasulullah pada Hari Kiamat — Muslim.Or.Id

Allahu Subhanahu wa Ta'alaa berfirman :

    مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS. Al-Fath : 29)

Didalam ayat diatas, Allah menjelaskan karakter seorang umat Nabi Muhammad yaitu memiliki rasa kasih sayang sesama mereka. Dalam ayat yang lain, Allah juga menyebutkan karakter tersebut sebagai karakter generasi pengganti; generasi pilihan.

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin (QS. Al-maidah : 54)

Lantas, bagaimana bentuk kasih sayang sesama muslim untuk mempererakh ukhuwah Islamiyah sesama mereka. Dalam hal ini, setidaknya ada beberapa bentuk kasih sayang anatra lain :

1. Berlemah lembut dalam bersikap dan bertutur

    فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran : 159) 

2. Memaafkan dan memohonkan ampun serta bermusyawarah dengan mereka

    فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu (QS. Ali Imran : 159) 

3. Tawadhu' terhadap sesama Muslim

    وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain. (HR. Muslim).

4. Menghilangkan hal-hal yang bisa menyakiti mereka

Dalam sebuah hadits, Abu Barzah Al-Aslami bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    يَا رَ سُوْ لَ الله ِدُ لَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَ نْتَفِعُ بِهِ قَالَ:اِعْزِلْ الْأَ ذَى عَنْ طَرِ يْقِ الْمُسْلِمِيْنَ

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat bermanfaat bagiku.” Beliau menjawab, “Singkirkanlah gangguan dari jalan-jalan kaum muslimin.” (H.r. Muslim dan Ibnu Majah)

5. Senyum, Salam dan Sapa

    تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Senyummu di hadapan wajah saudaramu adalah sedekah (HR. Tirmidzi)
     
    أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ

Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berikan makanan, dan lakukan shalat saat orang lain tidur malam, niscaya kalian masuk surga dengan tenang. (HR. Tirmidzi, "hasan shahih")

6. Meringankan kesusahan sesama Muslim dan membantu mencarikan solusi baginya

    مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ 

Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu keperluannya. Barangsiapa menghilangkan kesusahan seseorang, maka Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari kiamat. (Muttafaq 'alaih)

7. Menutupi aib sesama Muslim

    وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah menutup aibnya pada hari kiamat.(Muttafaq 'alaih)

8. Senang melakukan/memberikan sesuatu yang disenangi sesama Muslim

    لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidak beriman seseorang hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya(HR. Bukhari)

9. Menunaikan hak-hak mereka, terutama enam hak sosial Muslim dari Muslim lainnya

    حَقُّ الْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمُ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وِإِذَا إِسْتَنْصَحَكَ فَأَنْصِحْهُ, وإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتهُ, وَإِذَا مَرَضَ فَعِدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَأَتْبِعْهُ

Hak seorang Muslim atas Muslim lainnya ada enam; jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, jika dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, jika dia meminta nasihat kepadamu maka nasihatilah dia, jika dia bersin dia memuji Allah subhanahu wata’ala maka bertasymitlah untuknya, jika dia sakit maka jenguklah, dan jika dia mati maka iringilah jenazahnya. (H.R. Muslim)

Tasymit adalah mendo’akan Muslim yang bersin dengan ucapan "Yarhamukallah" (semoga Allah merahmatimu)

10. Mendoakan sesama Muslim dalam doa-doa kita, baik sepengetahuannya ataupun di luar sepengetahuannya

    مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ

Tidak ada seorang hamba pun yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata kepadanya, "Dan bagimu seperti apa yang kamu pinta" (HR. Muslim)

Referensi:Nadatul Iman
Dikutip:Dakwah Syariah

Sesungguhnya Dakwah Adalah Tugas Kita Semua." Dunia dakwah adalah dunia cahaya dan lautan cahaya yang menerangi jiwa raga dan semesta dengan petunjuk risalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Gebyar dan gemerlapnya sebuah kota jika tidak dibarengi dengan petunjuk Risalah Rasulullah tidak akan membangun  moral dan kemanusiaan. 


Maka risalah Rasulullah sebagi cahaya harus senantiasa di hadirkan seirama dengan status kemulyaan umat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai (khoiro ummatin ukhrijat linnasi) umat terbaik yang dihadirkan oleh Allah ke muka bumi ini. Mulya karena mambawa cahaya mengantar cahaya kepada yang membutuhkanya. Dakwah dalam makna mengajak diri dan orang lain kepada kebaikan dan  menjauhkan diri dan orang lain dari kemungkaran. Semua dari kita yang merasa umat Rasulullah  SAW harus bias mengambil bagian dari tugas dakwah ini.. Siapapun kita, yang kaya, yang miskin, yang pandai dan yang bodoh selagi umat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ia harus ikut dalam program mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran.

PRINSIP DAKWAH

1. Membangun keikhlasan kepada Allah dengan menitik beratkan kepada : A. Memahami dakwah sebagai jihad yang menuntut perjuangan dengan harta dan jiwa (biamwalihim waanfusihim). B. Berusaha untuk melibatkan diri sendiri dalam pengorbanan jiwa, raga dan harta sebelum orang lain. C.  Berbanggalah jika ada orang lain yang telah berhasil dalam perjuaangan yang serupa dengan yang anda emban. D. Bantulah orang yang seperjuangan dengan anda agar berhasil, baik dengan doa, materi jika ada atau hanya sekedar ikut mempromosikan majelis, program dan perjuanganya.

2. Jangan  menunggu kaya dan pintar. Suatu ketertinggalan jika mau beramar ma'ruf nahi mungkar menunggu kaya atau pintar. Akan tetapi keinsyafan akan tugas inilah yang akan menghantar seseorang untuk bersemangat tinggi dalam berdakwah dan beramar ma'ruf nahi mungkar. Jika anda orang berilmu, lakukanlah tugas dakwah semampu anda tanpa menunda waktu sesaatpun. .Jika kemampuan Anda hanya dakwah kepada tetangga karena anda tidak mepunyai kendaraan, maka lakukanlah sesuai kemampuan anda sejauh kaki mampu melangkah. dan disaat anda di karuniai sepeda pergilah ketempat yang  lebih jauh dan begitu seterusnya. 

Jika Anda orang kaya tetapi anda tidak berilmu, ambilah bagian dakwah anda sesuai dengan kemampuan anda. Anda memang tidak boleh berceramah atau memberi fatwa karena anda tidak berilmu. Akan tetapi anda bisa berdakwah dengan mengumpulkan orang sebanyak-banyaknya dengan harta anda dan setelah itu anda mendatangkan orang yang berilmu untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan kepada orang yang anda kumpulkan. Jika anda tergolong orang yang tidak berilmu dan tidak berharta, itu bukan berarti anda tidak bisa menjadi juru dakwah dan kelompok umat terbaik. Anda bisa dengan tenaga anda datang kesana kemari mengajak orang lain agar memasuki Majelis ilmu para ulama di sekitar anda atau anda menjadi tukang sapu atau penjaga sebuah lembaga dakwah dan majlis taklim. Sungguh jika anda tulus dengan kinerja anda itu, anda bisa duduk bersama para ulama di akhirat nanti biarpun anda adalah orang yang tidak berilmu.

PENYAKIT DALAM MEDIA DAKWAH

1. Tawaduk bukan pada tempatnya.  Artinya Ada seseorang yang telah memiliki bekal ilmu. Akan tetapi ia tidak segera bangkit ambil bagian dalam dakwah dengan alasan belum waktunya, masih ada yang lainnya, gak enak dengan yang sepuh dan sebagainya. Padahal urusan mencari kemulyaan seseorang harus berlomba dan merasa kalau dirinya adalah yang paling butuh kepada kebaikan tersebut. 

Di jelaskan oleh para Ulama (aliitsaru fittaqorrubi makruhun) mendahulukan orang lain dalam urusan ibadah adalah makruh. Dalam kebaikan seseorang harus fastabiqul khoirot, berlomba dalam kebaikan dengan senantiasa memperhatikan tatakrama.

2. Tidak senang dengan adanya orang yang hendak muncul di dalam dunia dakwah. Ini adalah kedengkian yang amat berbahaya, tidak ada dengki yang lebih mengerikan dan membahayakan melebihi dari dengkinya orang yang terjun di dunia dakwah. Sehingga setiap kali ada orang yang hendak muncul di medan dakwah ini, orang–orang dengki itu berusaha menghalangi baik dengan omongan atau tingkah laku. 

Dua hal Inilah yang menjadikan para calon-calon pejuang baru merasa ragu atau bahkan takut untuk tampil. sehingga semakin hari media dakwah semakin jauh dari mereka. Dari sinilah kenapa sering kita ketemukan orang menuntut ilmu agama bertahun-tahun ternyata setelah pulang kegiatanya sangat jauh dari media dakwah. Wallahu a'lam bishshowab. (Al Ustadz Yahya Zainul Ma'arif Hafidzahullah)
Diberdayakan oleh Blogger.